Monday, January 25, 2016

5 years ago.

25 Januari 2011
05.49pm

Namanya Richie. Alexander Richie Felix Saputra.
Orang yang pertama kali mengenalkan apa itu cinta masa kanak-kanak kepada saya.
Orang yang pertama kali melihat saya jatuh dari sepeda roda tiga.
Orang yang pertama kali membuat saya bisa kembali tertawa setelah menangis.
Orang yang selalu bisa membuat saya tersenyum dengan caranya, selabil apapun emosi saya saat itu.
Orang yang selalu ada untuk saya.
Orang yang selalu bisa membuat saya tidak sanggup untuk membencinya, bahkan ngambek seharian pun tidak.
Orang yang pertama kali menyanyikan lagu A Whole New World untuk saya, setelah kami sama-sama nonton film animasi Aladdin.

***

Dear Richie,

Aku nggak tau apakah di surga sana ada internet atau nggak. Apakah di surga sana kamu bisa ngebaca apa yang selama ini aku tulis, baik di notes facebook atau blog?

Tapi, aku akan berandai-andai kalau kamu tau semuanya, semua yang ku ceritain, dan ku rasain ketika kamu pergi.

Kamu satu-satunya orang yang nangis hanya karena aku nutup pintu di depan kamu tanpa kata-kata.

Kamu satu-satunya orang yang bisa tersenyum, dan malah mengulurkan tangan, mengajakku untuk berteman setelah aku berbuat kasar.

Kamu, adalah cowok pertama yang ku kenal yang mempunyai hati paling tulus dan polos, yang mempunyai senyuman yang menular, tawa yang menenangkan, dan sikap usil yang kebangetan.

Kamu adalah orang yang membuatku belajar dengan rajin, agar bisa menjadi istri ilmuwan.

"kamu larinya cepet banget sih, mau jadi pelari ya kalau udah gede nanti?"

"ngga tuh, aku ngga mau jadi pelari"

"terus cita-cita kamu apaan?"

"aku mau jadi istrinya ilmuwan. kamu?"

"kalo gitu, aku mau jadi ilmuwan! Kita harus belajar sama-sama biar pinter, masa' sih istri ilmuwan masa bodoh?"

Lihat kan? Aku bahkan masih mampu mengingat dengan jelas percakapan kita saat lomba lari dulu. Dimana setelahnya kamu ngebeliin aku es cendol.

***

Banyak orang-orang yang bilang "nggak kerasa ya udah 5 tahun Richie pergi"

Tapi, nggak sama aku, Chie. Aku merasakan dengan jelas 5 tahun ini tanpa kamu, tanpa adanya sms kamu, chat bareng kamu, atau ngobrol via telpon sama kamu.

Setiap kali aku berkaca dicermin, dan menyadari perbedaan di tubuhku, akan selalu ada berbagai macam pemikiran yang hinggap dikepalaku.

'seandainya kamu hidup, kamu bakal kayak apa ya sekarang? Lebih tinggi kah? Lebih ganteng kah? Atau mungkin di wajah kamu bakalan tumbuh jerawat? Hehehehe'

'Seandainya kamu masih hidup, gimana ya kamu saat SMA? Kamu pasti ngambil jurusan IPA deh, bahkan, mungkin dengan nilai memukau kayak biasanya'

'Tau nggak sih, aku kesel sama UAN kita. Nilai ku nggak begitu memuaskan. Dan, seandainya kamu masih hidup, gimana ya kamu ngadepin UAN yang berstandar internasional itu? Kamu bakal gugup juga kayak aku, nggak?'

'Seandainya kamu masih hidup, jurusan perkuliahan apa yang kamu mau ambil. Atau mungkin kamu bakal milih kerja dulu? Jalan-jalan ke banyak tempat, kayak yang selama ini kamu inginkan'

'Dan, seandainya kamu masih hidup... mungkin nggak kita masih bisa kayak dulu? Kamu ada untuk aku, dan aku untuk kamu? Ketika aku ngerasa sedih, aku bisa kapanpun nelpon kamu. Ketika aku ngerasa senang, aku bisa kapanpun ngechat kamu. Mungkin nggak, janji yang dulu kamu ucapin bisa dipenuhi?'

Ngomong-ngomong soal janji, aku sempet kesel sama kamu. Jahat banget ya kamu, Chie. Tega-teganya buat janji yang nggak bisa kamu tepati.

Bisa-bisanya kamu minta aku jadi istri kamu, ketika 5 tahun yang lalu, kamu udah pergi duluan.

Anyway, sejak kamu pergi, aku selalu gagal dalam hubungan romansa percintaan.
Awalnya mereka ngejar aku, bersikap menyayangi aku, dan ketika aku mulai terbiasa, mereka selalu menyerah dan pergi.

Nggak tau kenapa, tapi alurnya selalu gitu.
Sampai, ada yang bilang ke aku kalau "mungkin Richie nggak mau ada yang ngerebut calon istrinya?"

HAHAHAHAHAHAHA!! delusional ya, Chie? Tapi kenapa aku malah meyakini omongannya dia?

Kenapa aku malah berharap kamu beneran nggak rela ada pria lain yang ada disamping aku, dan mungkin suatu hari nanti, saat kita sama-sama berusia 25tahun, kamu akhirnya kembali dan nepatin janji yang dulu kamu ucapin?

Kamu balik dong, Chie. Cuma kamu satu-satunya cowok yang memperlakukan aku seolah-olah aku adalah hal paling berharga yang dia temuin dalam hidupnya.

Cuma kamu, satu-satunya cowok yang dengan jahatnya pergi buat selamanya bahkan tanpa ngucapin satupun kalimat perpisahan.

Saat itu, kamu bahkan nggak minta putus sama aku, inget nggak?!?

Aku nggak pernah nyangka, saat kamu bilang "liat aja ya, aku bisa sayang sama kamu selamanya. Buat aku, selamanya ya cuma ada kamu" kamu bener-bener bermaksud kayak gitu.

Rasanya, lebih baik aku ngeliat kamu pacaran sama cewek lain, dan kita masih bisa temenan, ngobrol, saling curhat-curhatan.

Yang penting, kamu masih disini. Itu yang terpenting.

Anyway, udah 5 tahun tapi nggak sekalipun kamu muncul, bahkan cuma sekedar di mimpi ku pun nggak. Kamu tau aku kan pelupa parah? Dan, aku mulai lupa wajah kamu, mulai lupa aroma sabun dan shampoo yang kamu pake, mulai lupa suara kamu. 

Kamu nggak berniat ngunjungin aku gitu? Sekedar say hi, atau apapun deh! Seenggaknya muncul dong. Satu menit aja, biar aku tau kalau sebenernya kamu juga kangen sama aku. Nggak adil, tau! Kamu bisa ngeliat aku tapi aku disini kangen setengah mati sama kamu.

****

Aku kangen sama kamu, Chie. Tiap tahun, rasanya aku merasakan sakit yang sama. Kangen sama Richie. Kangen yang saking parahnya sampai merangsek ke jantung. Sampai-sampai, rasanya tiap detakan jantung ku terasa menyesakkan.

Nanti malem, saat aku tidur, Richie mampir ya? Kita ngobrol sebentar? Kamu ceritain apa yang kamu alamin selama disurga, dan aku akan dengan setia mendengarkan. Atau aku yang nyeritain apapun yang aku lewatin selama ini, dan aku nggak akan keberatan kalau kamu mau menyela?

Nanti, dimimpi ku, aku siapin jus alpukat kesukaannya Richie. Biar Richie nggak bosen. Gimana?

Thursday, January 14, 2016

Alexander Richie Felix Saputra (3)

SYARAT UNTUK MENANGIS.

Biarpun saya udah temenan sama Richie, rasanya saudara-saudara saya tetep benci sama saya.

Ketika saya coba mendekati mereka, mereka akan ngomong "Kamu main aja sama Richie. ngapain kesini?"

Atau "orangnya udah pas, ih! Kalo Vira ikutan jadi nggak sama lagi"

Dan, saya sedih. Saya lagi-lagi curhat ke Richie. Kali ini sambil nangis. Saat itu, hati saya bener-bener sakit. Dan saya terus-terusan berpikir kalau "Mereka jahat!"

Richie dengan setia mendengarkan cerita saya. Sampai akhirnya ketika selesai, dia bilang.
"Jangan nangis dong. Kamu jelek kalo nangis. Kalo aku bawa kaca, pasti aku tunjukkin muka kamu sekarang gimana"

"Aku nggak suka liat kamu nangis"

"Paling nggak jangan disini"

Sampai akhirnya saya bingung, saya harus nangis dimana?

Dan, Richie.. entah belajar darimana, dia tersenyum dan mengusap bahu kirinya, "Disini..."

Tapi, biarpun begitu. Meskipun Richie anak yang baik dan pengertian, tapi tetep aja, nggak ada yang sempurna.

Richie mungkin kaya raya, tapi Papa-Mamanya nggak akur. Dan, sama kayak anak kecil pada umumnya, ketika orang tua mereka memutuskan untuk hidup terpisah, hati mereka pasti hancur.

Siang itu, saat saya ajakkin main bareng, untuk pertama kalinya Richie nggak mau. Dia bahkan nggak mau keluar kamar. Saya sedih, saya pikir mungkin saya punya salah sama dia sampai tanpa sadar dia marah sama saya.

Selama berjam-jam, saya bolak-balik dari villa saya ke villa dia. Berkali-kali ngetuk pintu kamarnya. Sampai akhirnya, Richie nyerah. Dia mau ketemu saya.

Dan, dia nangis, sambil menceritakan alasannya, Richie nangis tanpa henti.

Hati saya sakit. Saya pikir, mungkin karena kami teman, jadi ketika dia sedih, saya juga sedih.

Saat itu, saya memakai kata-katanya ketika menghibur saya, mengijinkan Richie untuk nangis dibahu saya.

Tapi, Richie malah ketawa. Dia bilang dia bakal buang ingus dibaju saya. Kan jijik! -_-

Kemudian, yang dia lakukan lagi-lagi membuat saya kaget.

"Aku bisa peluk Kieren kalo lagi sedih. Gimana?"

Sejak saat itu, kami mempunyai perjanjian nggak tertulis kalau kami hanya boleh menangis ditempat yang sudah kami setujui. Bahu kiri Richie akan selalu menampung airmata saya, dan pelukan saya tersedia untuk Richie yang sedang bersedih.

Wednesday, January 13, 2016

Alexander Richie Felix Saputra (2)

Sepeda dan Koala-la.

Kalau boleh jujur, liburan saat itu adalah hal yang paling saya suka.

Saat kecil, entah kenapa, semua saudara-saudara saya mengasingkan saya. Ketika kami bermain, mereka akan menjadikan saya sebagai pilihan terakhir. Kalau butuh orang, barulah saya dipanggil. Oleh karena itu, diam-diam, saya kesepian.

Kehadiran Richie menjungkirbalikan hidup saya. Karena terbiasa diasingkan, dipanggil cuma kalau dibutuhkan, ketika ada yang mengajak saya untuk jadi temannya, saya jadi bingung. Apa yang harus saya lakukan? Gimana kalau saya melakukan kesalahan? Saya nggak mau lagi-lagi diabaikan.

Karena, rasanya sakit. Sungguh.

Jadi, ketika Richie ngajak saya main bareng, saya lebih banyak diam. Saya takut salah ngomong kemudian Richie pergi. Ketika Richie ngajak keluar, saya nggak akan nolak. Dan ketika dia nggak muncul, saya cuma bisa menunggu, nggak bisa maksa.

Sampai suatu hari, Richie tiba-tiba nanya "Kieren, kok kamu diem terus? Kamu nggak suka ya main sama aku?"

Saya kaget dan bingung. Tapi, saya takut Richie salah paham. Jadi, untuk pertama kalinya, saya menceritakan apa yang saya pikirkan ke orang lain.

Pada akhirnya, tanpa sadar saya nangis tersedu-sedu. Hahahaha

Dan Richie.... Lagi-lagi dia buat saya heran. Dia nggak berusaha ngapus airmata saya, kayak yang selama ini saya liat di televisi, dia cuma tersenyum kayak biasanya. Kemudian bilang, "Mulai sekarang, Kieren harus bilang apapun yang Kieren alamin! Oke?"

Esoknya, karena saya bingung, saya menuliskan rincian kegiatan saya dari bangun tidur sampai ke detail menu makanan saya. Dalam bentuk point-point.

Di deket taman belakang, Richie dengan setia ngedengerin apapun yang saya bacain. Berturut-turut selama seminggu.

Sejak saat itu, saya mulai terbiasa terbuka sama Richie. Saya terbiasa ketawa kenceng-kenceng ketika main sama Richie.
Saya merasa... Saya bisa jadi diri saya sendiri ketika sama Richie.

Saya bisa nangis, saya bisa marah, saya bisa cemberut, kesal, jengkel, ngambek, dan bertingkah egois.

Sampai suatu sore, kami sedang main sepeda bareng. Villa Richie terletak diujung gang, dengan posisi jalan yang agak miring.

Jadi, kami sepakat adu cepat. Siapa yang sampai ke bawah lebih dulu, dia pemenangnya. Untuk pertama kalinya, saya merasa saya nggak mau mengalah dengan gampangnya. Saya mau menang.

Saya kayuh sepeda saya sekencang-kencangnya, tanpa memperhatikan kalau biarpun gang kecil, tapi jalannya tetap mengandung batu kerikil, bahkan ada polisi tidur.

Dan karena sepeda roda tiga itu nggak punya rem, otomatis saya jatuh terpental. Lutut saya berdarah. Saya menangis karena panik.
Saya nggak pernah luka separah itu, dan saya takut saya akan mati kehabisan darah. Iya saya tau, kok, ini bodoh.

Jadi, saya lari ke Villa, meninggalkan sepeda saya di jalan, dan Richie yang kaget melihat kondisi saya.

Saat lagi teriak-teriak kesakitan ketika luka saya ditetesin pake obat cina yang perihnya bukan main, Richie dateng. Awalnya saya mau marah, kok sepedanya nggak dibawa? Kalau diambil orang gimana?

Tapi, kemudian dia menyerahkan kantung plastik, yang didalamnya ada 3bungkus permen kapas dengan merek Koala-la.

Saya terdiam. Kaget, bingung, tapi nggak bisa dipungkiri kalau saya senang.

Malamnya, Mamanya Richie datang dan minta maaf. Beliau pikir Richie yang buat saya jatuh. Saat itu, Richie diomelin. Dan, saya takut. Saya takut kalau kami nggak dibolehin main bareng lagi.

Jadi, saya dengan tololnya bilang "Nggak apa-apa, tante. Besok aku minta Mama beliin sepeda yang ada remnya. Lagian Richie udah beliin ini biar aku nggak sakit lagi", dan karena permen kapasnya masih ada 2 bungkus, yang satunya saya kasih ke Mamanya Richie. Biar Beliau nggak marah lagi.

Malam itu, Richie makan di bangunan Villa yang saya tempati. Dan, ketika pulang dia bilang

"Cepet sembuh, Koala-la"

Alexander Richie Felix Saputra.

AWAL

Kira-kira, 14tahun lalu, saat kami masih duduk di kelas 1 SD.
Saat itu, Ibu Megawati masih menjabat sebagai presiden Indonesia.

Semuanya dimulai ketika libur lebaran.
Saya lupa bulan apa, tanggal berapa. Tapi saya masih hapal dengan kronologi peristiwa dimana kami bertemu untuk pertama kalinya.

Saya menginap di villa miliknya, masih satu lahan, berdiri ditanah yang sama, namun gedung yang berbeda. Dipisahkan oleh taman dengan kolam renang yang lumayan luas.

Hari itu, hanya ada saya dan kakak angkat saya, ketika saya mendengar suara bel. Saya tanpa pikiran apapun, segera berlari untuk melihat siapa yang bertamu.

Dan saya melihat dia, seorang anak laki-laki pendek, giginya ompong, kurus, kulitnya putih pucat, rambutnya hitam.
Dia memegang nampan, dengan dua buah mangkuk, yang satu isinya opor ayam, dan satunya dipenuhi ketupat.

Saat itu, entah bagaimana, saya mendadak keingat pesan Mama "Jangan pernah ngobrol sama orang yang nggak dikenal"
Dan dengan maha bodohnya, saya malah tutup pintunya lagi. Hahahaha

Kemudian, saya masuk, kembali bersantai diruang tamu. Dan nggak berapa lama, saya mendengar ketukan pintu. Kali ini, kakak angkat saya yang buka pintu.

Karena bosen, saya ikutin dia. Eh, ternyata ada anak laki-laki yang tadi!
Tapi, kali ini dia dateng bareng sang Mama, sambil nangis-nangis.

Kakak angkat saya bilang, anak laki-laki ini mengira saya ngusir dia. Oalah!

Dan akhirnya saya jelasin alasan saya nutup pintu. Karena ngerasa nggak enak, pada akhirnya saya kembali ke dalam, ngambil 3 bungkus cokelat Beng-beng yang ada dalam kulkas (tanpa tau itu punya siapa), dan dikasih ke anak yang tadi.


PERKENALAN.

Saya melihat bayangan punggungnya. Dia ada didepan saya, menggandeng tangan Mamanya.

Entah apa alasannya, saya yakin kalau dia adalah anak baik.
Jadi, saya memutuskan untuk mendekatinya pertama kali.

Tanpa kata, tanpa bertatap muka, tanpa memandang matanya, saya memberikan cokelat Beng-beng yang saya bawa. Saya nggak berani ngeliat dia, takut kalau saya akan mengalami penolakan. Apalagi saya udah berbuat kasar tadi, kan?

Jadi, saya diam-diam menghitung dalam hati, kalau-kalau cokelatnya akan dibuang.

Tapi, yang terjadi malah sebaliknya.

Ada tangan yang terulur.

Dan saat saya mendongakan kepala, dia lagi tersenyum, memamerkan giginya yang ompong, tapi entah kenapa alih-alih terlihat jelek, senyumnya malah terlihat imut. Dan menular, jadi saya juga ikut tersenyum tanpa bisa ditahan.

"Hai, aku Richie. Kamu?", dia masih setia mengulurkan tangan.

"Kieren. Aku Kieren. Tapi, kalau panggil Vira juga nggak apa-apa"

"Mulai sekarang kita temenan ya?"

Dan sejak saat itu, saya membiarkan dia masuk ke dalam hidup saya.
Tanpa tahu, kalau nantinya dia akan memegang peranan besar dalam hidup saya. Tanpa tahu, akan akibat yang dibawa oleh Richie, untuk hati saya.

Wednesday, January 6, 2016

The Notebook, and sensitive heart of us.

Gue baru nonton film The Notebook, yang diadaptasi dari Novel karangan Nicholas Sparks dengan judul yang sama.

Jadi, gue baru inget gue pengen nonton ini film setelah gue nemuin buku catatan biologi gue semasa SMP. Apa korelasinya antara catatan Biologi sama film? Nggak ada. Serius, emang nggak ada. Gue aja bingung kenapa bisa tiba-tiba kepengen nonton itu film. HUAHAHAHA

Film The Notebook ini baru gue denger sejak SMA. Serius, filmnya aja direlease tahun 2004. Mana mungkin gue sempet nonton film roman yang ada adegan ranjangnya, ketika umur 8 tahun aja tontonan bahasa Inggris yang gue nikmati cuma sebatas Harry Potter, Spiderman, dan film-film BoxOffice di channel TV-TV swasta

Lebih parahnya, novel aslinya pertama kali dipublikasikan tahun 1996. Istilahnya, pas gue baru mau landing ke bumi, novelnya udah dijual kemana-mana. Gokil banget nggak sih, kalau gue baru lahir udah tau ada novel roman? ....Anyway, kok gue malah jadi ngebayangin sendiri?

Gue nggak usah kasih sinopsis kali ya? Toh ini film terkenal, novelnya juga. Kalian bisa cari infonya sendiri di Google. Jangan manja deh (?!?!)

Disini, gue cuma mau curhat tentang kesan-kesan gue setelah nonton film ini.

Gue nangis, teman-teman. HAHAHAHA!! Serius, gue nangis. Gue sama temen-temen cewek gue nangis. Seenggaknya itu sih yang mereka bilang ke gue.

Film yang gue download berdurasi 2jam lebih 3menit entah berapa detik, dan gue mulai nangis ketika Noah dan Allie harus putus karena orang tuanya Allie nggak setuju mereka bersama. Bisa gue pahami sih. Allie was a city girl, and Noah was just a country boy. Allie was a very rich girl, while Noah was just a common.

Kemudian, saat akhirnya Allie kembali ke kota asalnya, dan Noah terus-terusan nulis surat tiap harinya selama setahun. 365 surat tanpa ada balasan dari Allie, gue nangis lagi. Keinget mantan gitu, deh. Ini lebay sih, tapi gue pernah ngelakuin hal yang sama, dengan alasan yang lebih tolol ketika Richie meninggal. Biarpun nggak sampe 365 surat.

Kemudian, saat Fin meninggal di medan perang, saat Noah ngeliat Allie makan berdua bareng Lon di restaurant dan akhirnya pulang dengan hati yang hancur lebur.

Dari situ, gue nangis mulu anjir. Gue nggak ngerti, kayaknya mata gue lagi bocor gitu. Kayak mesin PAM dirumah gue. Jadi sebel kalo bahas ini, gue jadi ribet mau mandi. Bete!

....Kok jadi bahas PAM rumah gue?
Dam gue mulai lupa, gue mau bahas apa. Hilang fokus HAHAHAHA

Oke, singkatnya aja deh, ini film sedih banget, gue sampai nangis-nangis bombay. Mata gue bengkak, hidung gue merah, suara gue bindeng. Bahkan, emak gue sampe heran. Dikiranya gue mabok, putus cintanya kemarin, nangisnya baru hari ini. Padahal kan nggak. Cuma sempet galau dikit (lah?!?)

Setelah filmnya habis, gue akhirnya nanya digroup BBM, gimana pendapat temen-temen gue tentang filmnya.
Para cewek as expected, nangis. Dan kita semua punya pemikiran yang sama. We want to marry a man like Noah Calhoun. Yeaaah!~

Tapi, anak-anak cowok di group gue, boro-boro sedih, nonton aja nggak.
Malah, kata Ko Kevin, "cowok nggak suka nonton film romantis, kecuali ada cewek yang dia suka, dan jatohnya kita bakal lebih banyak mandangin muka si doi daripada adegan filmnya"

"yah, kecuali film romantisnya ada adegan ranjang yang panas, pasti mata cowok nggak bakal berkedip", yang ini gue lupa antara Dhie atau Annis yang ngomong.

Tapi, serius, gue bisa ngerekomendasiin film ini buat kalian yang suka banget kisah cinta romantis. Menurut gue, film ini patut ditonton.

Dan sebagai kutu buku, gue jadi pengen beli novelnya. Novel yang asli lho, yaaa. Yang original. Karena kalau dicari ditoko buku sekelas Gramedia pun, yang ada cuma buku terjemahan. Dan feelnya pasti beda, ya nggak sih? Tapi, ya gitu deh problemnya, susah banget nyari novelnya. Yang terjemahan aja mulai jarang di Gramedia, apalagi yang asli? OMG...

Percayalah.


Ada yang diam-diam ingin disapa olehmu. Percayalah.

Ada yang mengharap pertemuan kedua, setelah matamu mendarat di matanya, tanpa aba-aba.

Ada yang setiap hari terbangun buru-buru, demi sebuah frasa ‘Selamat pagi’ dari bibirmu.

Ada yang tak pernah berhenti mencatat. Sebab, setiap kalimatmu adalah peta. Ia tak mau tersesat.

Ada mata yang berbinar sempurna dalam tunduk sipu, tiap kau sebut sebuah nama, miliknya.

Ada yang mengembangkan sesimpul lengkung di bibirnya, di balik punggungmu, malu-malu.

Ada yang memilih terduduk saat jarakmu berdiri dengannya hanya beberapa kepal. Lututnya melemas, tiba-tiba.

Ada yang tak pernah melepas telinganya dari pintu. Menunggu sebuah ketukan darimu.

Ada yang dadanya terasa berat dan kau tak pernah tahu, saat kau tak tertangkap matanya beberapa waktu.

Ada yang pernah merasa begitu utuh, setelah kaki-kaki menjejak jauh darinya. Sekarang, runtuh.

Ada yang diam-diam mendoakanmu, dalam-dalam.

Percayalah.

Andi  Gunawan.
.
.
.
.
puisi ini saya dapat, ketika membaca Official Account "Kumpulan Puisi", di timeline LINE. Sajaknya bagus, apalagi jika ditemani dengan secangkir kopi atau teh, dan roti.


Friday, January 1, 2016

Tidur sama Cowok...

TIDAAAAAAK!!! *pagi-pagi udah teriak*
Kacau, men, kacau!

Ini baru hari pertama di tahun 2016 dan gue udah ngelakuin hal berdosa!

Gue udah tidur sama cowok... di mimpi :|

IYALAH DI MIMPI, BEGOOOO!! Gue nggak segila itu nyeritain kalo gue udah tidur sama cowok di blog. Lo kira gue semesum apa, hah?!? *sewot*

Astaga, *geleng-geleng*

Gue tidur jam 5 pagi dan bangun jam segini, makanya emosi gue naik turun. Maaf, maaf. tarik napas~ hembuskan~ hfffttt.

Okay, jadi gue bisa dengan yakin, mengakatakan, kalau ini adalah salah Cassey!
Soalnya, semalem gue sama dia ngobrol ngalur-ngidul. Dari tentang sekedar ngucapin Happy New Year, saling maaf-maafan berasa Lebaran, ngajakin meet up karena biarpun kita kenal dari tahun 2010 nggak pernah sekalipun kita ketemuan, sampai akhirnya gue ngeliat DP gue dan kepengen Indomie. Homina homina homina~

Gue tau disini gue yang absurd, tapi please, Cassey juga salah karena udah tau omongan gue ngaco, masih aja diladenin.

Dari Indomie obrolan gue balik ke mantan. Mantan gue ada yang beraroma bedak bayi, sama susu cokelat soalnya. Dan gue demen, bau mereka bikin kangen gimana gitu. Vira ganjen (._. )( ._.)

Terus... kenapa jadi nyeritain obrolan gue?

Ya jadi gitu lah, kita berlanjut ngomongin cowok. Biasa ya guys, cewek-cewek jomblo nggak mungkin gitu nggak ngomongin cowok ketika ngobrol. *pose sexy* *minta dibegal*

Sampai akhirnya gue denger adzan subuh. Gue baru berniat untuk tidur, berjam-jam setelah Mama ngomel-ngomel, akhirnya, gue coba buat tidur karena hari ini gue bakal pergi kan ke rumah kerabat gue. (halah bahasanya!)

Dan barusan...

Gue terbangun dengan tidak elitenya.

Setelah sebelumnya gue tidur, dalam posisi spoon, sama cowok. Nah, karena posisinya begini, makanya gue nggak bisa tau wajahnya. Kalo kalian nggak paham posisi spoon, bahasa gampangnya lo tidur sambil dipeluk dari belakang. Dasar, masa gitu aja nggak tau? *dipelototin readers*

Yang jelas gue bisa tau, dia tinggi, lengannya besar, dadanya keras, rata. (Kan cowok, kalau dadanya empuk terus bulat itu artinya gue tidur sama Kendall Jenner *dirajam massal*)

Dan, dia bilang... "Morning. Bangun yuk, kita sarapan", diikuti dengan gue nya yang protes.
Kemudian, dia bilang "You have to eat, Come on, babe, wake up"

Akhirnya gue dengan ogah-ogahan bangun. Ketika gue buka mata, gue ada di atas kasur gue, pake kaos gue, dan nggak ada si cowok berlengan besar, berdada keras, bersuara serak-serak macho bikin hati adem gimana gitu. AAAAAACCCKKK!!!~~ *teriak dengan suara ala banci digerebek satpol PP*

Gue nggak paham pembagian jenis suara. Tapi seinget gue, suara dia agak serak, tapi nimbulin kesan seksi dan macho. SEKSI LHO YA SEKSI. Bukan kayak om-om hidung belang yang mesum, bukaaaan! Pokoknya seksi deh!

HAAAAAAAAAH.... *sighs*

Ternyata gue beneran udah 19tahun-_- Pikiran gue bisa juga merancang hal-hal berbau 19+. Sebelumnya gue mungkin nggak bakal sadar gue udah sedewasa ini, karena dari dulu, mimpi gue cuma sebatas latar hitam, horror, pembunuhan, tembak-tembakan, dan petualangan-petualangan yang drama banget. Pokoknya nggak ada mesum-mesumnya kayak gini.

Dan lo tau nggak, buat gue itu mimpi TANGGUNG BANGET. Seriusan. Dari berjam-jam gue tidur, mimpi yang gue inget cuma segitu doang, 
Tidur diranjang berduaan, disuruh bangun, eh bangun beneran=______=

Dan lo tau apa yg ngeselin? Biarpun suaranya seksi tapi gue nggak bisa liat mukanya. KAN BETEEEEE!

Gue kan jadi penasaran, bangun-bangun udah kesel, akhirnya gue cuma bisa nendang-nendang angin, lempar-lempar guling doang saking gemesnya. Tarik napas~ hembuskan~

Tapi seenggaknya gue beruntung gue nggak mimpi erotis sama cowok yang nggak bisa gue inget mukanya.
Yang begini aja gue udah gemes sendiri, gimana kalau gue mimpi begituan?!?
Bisa-bisa gue pundung seharian sambil ngorek-ngorek tanah.

EH, jangan ketawa! Jangan berpikir gue mesum jugaaaa!
Emang ini kemauan gue buat mimpi kayak gini? Kan nggak (._. )( ._.) *pundung*
Gue tau sih gue jomblo tapi gue nggak tau effek jomblo gue bakalan segini parahnya. *pelukan sama Seungri Bigbang*

Gue sedih, meeeeen. Gue galau. Gue kacau. Gue resah. Gue pengen nikah sama Zhang Yixing. Sayangnya itu cowok bukan Zhang Yixing, suaranya lebih laki dari Yixing.

Gue jadi merasa berdosa, gimana jadinya kalo Yixing tau gue udah tidur dengan pria lain? biarpun didalam mimpi sih... Tapi pasti dia kecewa sama gue.
Yixing, Mama, Papa, Jonathan, Novita, maafkan aku... *pergi dengan langkah terseok* *dilemparin popcorn sama readers* *kemudian selesai*

Happy New Year 2k16!

Happy New Year for everyone!
Selamat tahun baru, entah bahasa apapun yang kalian pakai. Pokoknya itu lah yg mau gue ucapin.

Udah 2016 men, nggak nyangka ya?

Jadi, mari kita bangun 2016 dengan awal yang baik.

Gue baru berbincang-bincang dengan seseorang dan kami merencanakan resolusi tiap bulannya. Sebenernya resolusi yang bisa dikerjain kapan aja, tapi kalau ditata gitu, kita bisa makin tau apa kelemahan kita yang harus diubah kan?

Jadi untuk bulan pertama di tahun 2016 adalah:
1. D I E T! No soda, No junk food, No instant noodles, No MSG.

Gue susah banget untuk nolak soda, chips, mie instant, dan gue suka sama junk food. Padahal gue bakal jerawatan abis makan ayam-ayam goreng tepung K*C, M*D, Burger K***, dll. Jadi biasanya gue abis makan junk food, besoknya gue stress sendiri karena tumbuh jerawat dimuka. Beri tepukan yang gemuruh untuk Piraaaa~

2. Peduli sama lingkungan sekitar. Mulai menahan diri dalam bersikap dan bertutur kata.

Gue sadar gue cuek banget, gue akan ngomongin apa yang gue pikirin dan gue rasain. Tanpa sadar efeknya buat orang lain gimana.

Dan setelah percakapan kecil gue sama si X (biar misterius gimana gitu pake inisial aja), gue baru sadar, ada yang bakal nganggep itu hal baik, ada yang bakal nganggep dirinya buruk setelah mendengar perkataan gue.

DIA BILANG PERKATAAN GUE BISA AJA MEMBUNUH RASA PERCAYA DIRI DAN KARAKTER ORANG.

OKAY, GUE BENERAN NGGAK TAU GUE SESADIS ITU, TEMAN-TEMAN!

Jadi... gue mulai berusaha untuk mengontrol perkataan gue. Gila, kalo gue beneran membunuh rasa percaya diri orang lain, artinya gue amat sangat berdosa.

3. Coba tersenyum lebih sering, lebih banyak bergaul dan berteman.

Kata si X, gue harus banyak tersenyum. Soalnya lesung pipi gue bagus. HAHAHAHA *pasang ekspresi tersipu malu*

Gue dulunya benci sama lesung pipi gue, dia ngebuat pipi gue berasa asimetris gitu. Rahang gue kan tinggi jadi gimana gitu lah kalo difoto. Tapi, dia bilang kalau lesung pipi gue bagus, gue kan jadi malu HUAHAHAHA!!

Jadi, dia berhasil mempengaruhi gue, dengan bilang "Lo sering-sering senyum aja. Ramah sama orang lain kan nggak salah"

eyy, dasar xD

okay, jadi untuk Januari 2016 gue udah punya 3 resolusi dasar. Mari kita bahas resolusi untuk bulan Februari tahun depan.

Gue kekenyangan dan bukannya makin berenergi gue malah ngantuk, makanya gue butuh tidur.

Once again, Happy New Year, guys! Hope you have a blasting year. Yehet~ Ohorat~