Wednesday, January 13, 2016

Alexander Richie Felix Saputra.

AWAL

Kira-kira, 14tahun lalu, saat kami masih duduk di kelas 1 SD.
Saat itu, Ibu Megawati masih menjabat sebagai presiden Indonesia.

Semuanya dimulai ketika libur lebaran.
Saya lupa bulan apa, tanggal berapa. Tapi saya masih hapal dengan kronologi peristiwa dimana kami bertemu untuk pertama kalinya.

Saya menginap di villa miliknya, masih satu lahan, berdiri ditanah yang sama, namun gedung yang berbeda. Dipisahkan oleh taman dengan kolam renang yang lumayan luas.

Hari itu, hanya ada saya dan kakak angkat saya, ketika saya mendengar suara bel. Saya tanpa pikiran apapun, segera berlari untuk melihat siapa yang bertamu.

Dan saya melihat dia, seorang anak laki-laki pendek, giginya ompong, kurus, kulitnya putih pucat, rambutnya hitam.
Dia memegang nampan, dengan dua buah mangkuk, yang satu isinya opor ayam, dan satunya dipenuhi ketupat.

Saat itu, entah bagaimana, saya mendadak keingat pesan Mama "Jangan pernah ngobrol sama orang yang nggak dikenal"
Dan dengan maha bodohnya, saya malah tutup pintunya lagi. Hahahaha

Kemudian, saya masuk, kembali bersantai diruang tamu. Dan nggak berapa lama, saya mendengar ketukan pintu. Kali ini, kakak angkat saya yang buka pintu.

Karena bosen, saya ikutin dia. Eh, ternyata ada anak laki-laki yang tadi!
Tapi, kali ini dia dateng bareng sang Mama, sambil nangis-nangis.

Kakak angkat saya bilang, anak laki-laki ini mengira saya ngusir dia. Oalah!

Dan akhirnya saya jelasin alasan saya nutup pintu. Karena ngerasa nggak enak, pada akhirnya saya kembali ke dalam, ngambil 3 bungkus cokelat Beng-beng yang ada dalam kulkas (tanpa tau itu punya siapa), dan dikasih ke anak yang tadi.


PERKENALAN.

Saya melihat bayangan punggungnya. Dia ada didepan saya, menggandeng tangan Mamanya.

Entah apa alasannya, saya yakin kalau dia adalah anak baik.
Jadi, saya memutuskan untuk mendekatinya pertama kali.

Tanpa kata, tanpa bertatap muka, tanpa memandang matanya, saya memberikan cokelat Beng-beng yang saya bawa. Saya nggak berani ngeliat dia, takut kalau saya akan mengalami penolakan. Apalagi saya udah berbuat kasar tadi, kan?

Jadi, saya diam-diam menghitung dalam hati, kalau-kalau cokelatnya akan dibuang.

Tapi, yang terjadi malah sebaliknya.

Ada tangan yang terulur.

Dan saat saya mendongakan kepala, dia lagi tersenyum, memamerkan giginya yang ompong, tapi entah kenapa alih-alih terlihat jelek, senyumnya malah terlihat imut. Dan menular, jadi saya juga ikut tersenyum tanpa bisa ditahan.

"Hai, aku Richie. Kamu?", dia masih setia mengulurkan tangan.

"Kieren. Aku Kieren. Tapi, kalau panggil Vira juga nggak apa-apa"

"Mulai sekarang kita temenan ya?"

Dan sejak saat itu, saya membiarkan dia masuk ke dalam hidup saya.
Tanpa tahu, kalau nantinya dia akan memegang peranan besar dalam hidup saya. Tanpa tahu, akan akibat yang dibawa oleh Richie, untuk hati saya.

No comments:

Post a Comment