Wednesday, January 6, 2016

The Notebook, and sensitive heart of us.

Gue baru nonton film The Notebook, yang diadaptasi dari Novel karangan Nicholas Sparks dengan judul yang sama.

Jadi, gue baru inget gue pengen nonton ini film setelah gue nemuin buku catatan biologi gue semasa SMP. Apa korelasinya antara catatan Biologi sama film? Nggak ada. Serius, emang nggak ada. Gue aja bingung kenapa bisa tiba-tiba kepengen nonton itu film. HUAHAHAHA

Film The Notebook ini baru gue denger sejak SMA. Serius, filmnya aja direlease tahun 2004. Mana mungkin gue sempet nonton film roman yang ada adegan ranjangnya, ketika umur 8 tahun aja tontonan bahasa Inggris yang gue nikmati cuma sebatas Harry Potter, Spiderman, dan film-film BoxOffice di channel TV-TV swasta

Lebih parahnya, novel aslinya pertama kali dipublikasikan tahun 1996. Istilahnya, pas gue baru mau landing ke bumi, novelnya udah dijual kemana-mana. Gokil banget nggak sih, kalau gue baru lahir udah tau ada novel roman? ....Anyway, kok gue malah jadi ngebayangin sendiri?

Gue nggak usah kasih sinopsis kali ya? Toh ini film terkenal, novelnya juga. Kalian bisa cari infonya sendiri di Google. Jangan manja deh (?!?!)

Disini, gue cuma mau curhat tentang kesan-kesan gue setelah nonton film ini.

Gue nangis, teman-teman. HAHAHAHA!! Serius, gue nangis. Gue sama temen-temen cewek gue nangis. Seenggaknya itu sih yang mereka bilang ke gue.

Film yang gue download berdurasi 2jam lebih 3menit entah berapa detik, dan gue mulai nangis ketika Noah dan Allie harus putus karena orang tuanya Allie nggak setuju mereka bersama. Bisa gue pahami sih. Allie was a city girl, and Noah was just a country boy. Allie was a very rich girl, while Noah was just a common.

Kemudian, saat akhirnya Allie kembali ke kota asalnya, dan Noah terus-terusan nulis surat tiap harinya selama setahun. 365 surat tanpa ada balasan dari Allie, gue nangis lagi. Keinget mantan gitu, deh. Ini lebay sih, tapi gue pernah ngelakuin hal yang sama, dengan alasan yang lebih tolol ketika Richie meninggal. Biarpun nggak sampe 365 surat.

Kemudian, saat Fin meninggal di medan perang, saat Noah ngeliat Allie makan berdua bareng Lon di restaurant dan akhirnya pulang dengan hati yang hancur lebur.

Dari situ, gue nangis mulu anjir. Gue nggak ngerti, kayaknya mata gue lagi bocor gitu. Kayak mesin PAM dirumah gue. Jadi sebel kalo bahas ini, gue jadi ribet mau mandi. Bete!

....Kok jadi bahas PAM rumah gue?
Dam gue mulai lupa, gue mau bahas apa. Hilang fokus HAHAHAHA

Oke, singkatnya aja deh, ini film sedih banget, gue sampai nangis-nangis bombay. Mata gue bengkak, hidung gue merah, suara gue bindeng. Bahkan, emak gue sampe heran. Dikiranya gue mabok, putus cintanya kemarin, nangisnya baru hari ini. Padahal kan nggak. Cuma sempet galau dikit (lah?!?)

Setelah filmnya habis, gue akhirnya nanya digroup BBM, gimana pendapat temen-temen gue tentang filmnya.
Para cewek as expected, nangis. Dan kita semua punya pemikiran yang sama. We want to marry a man like Noah Calhoun. Yeaaah!~

Tapi, anak-anak cowok di group gue, boro-boro sedih, nonton aja nggak.
Malah, kata Ko Kevin, "cowok nggak suka nonton film romantis, kecuali ada cewek yang dia suka, dan jatohnya kita bakal lebih banyak mandangin muka si doi daripada adegan filmnya"

"yah, kecuali film romantisnya ada adegan ranjang yang panas, pasti mata cowok nggak bakal berkedip", yang ini gue lupa antara Dhie atau Annis yang ngomong.

Tapi, serius, gue bisa ngerekomendasiin film ini buat kalian yang suka banget kisah cinta romantis. Menurut gue, film ini patut ditonton.

Dan sebagai kutu buku, gue jadi pengen beli novelnya. Novel yang asli lho, yaaa. Yang original. Karena kalau dicari ditoko buku sekelas Gramedia pun, yang ada cuma buku terjemahan. Dan feelnya pasti beda, ya nggak sih? Tapi, ya gitu deh problemnya, susah banget nyari novelnya. Yang terjemahan aja mulai jarang di Gramedia, apalagi yang asli? OMG...

No comments:

Post a Comment