Tuesday, February 23, 2021

Tahun ini 25...

Udah lama banget nggak nulis, sampai lupa gimana sih cara untuk mengawali sebuah postingan. Padahal ujung-ujungnya juga cuma gue yang baca HAHAHAHA


Okay, so...dari judulnya kalian udah bisa tebak. Iyaaa! Tahun ini gue akan berusia 25 tahun, well I'm kinda not sure should happy or not about the fact that I'm going to be SEPEREMPAT ABAD!!! I'M IN MY QUARTER LIFE!


Jadi mungkin senengnya adalah "Wow, gue udah 25 tahun ya? Hebat juga gue masih hidup" hehehe tapi ini serius. Tahun lalu gue kena COVID-19. Iya covid yang itu. Yang di Indonesia korban jiwanya banyak banget, tapi i have survived and good news gue nggak ada gejala sama sekali. My family, my friends, Rifki they all save.


Ada beberapa kejadian flirting lalu kembali dicampakan seperti biasa, cuma ya sudah lah. Mungkin gue lumayan tidak terlalu bersedih karena...apa ya? Mengingat gue akan berusia 25 tahun, November nanti. Dan, gue penasaran sekaligus berharap. Richie nanti muncul nggak ya?


Selama ini gue dicampakkan, terakhir ketemu Rifki yang mencintai gue sampai gue belajar mencintai diri sendiri, tapi ujung-ujungnya...dia malah memilih keluarga atau gue. And yeah, I will not make him choose. Gue yang akan mundur, walaupun gue tidak akan menampik kalau rasanya sakit ya. Soalnya dia sendiri yang bilang kan awalnya, kalau dia nggak apa-apa nikah beda agama. But it's okay.


Gue udah terlalu sering dicampakkan, jadi mungkin sebenernya gue kayak mulai bisa menerima that in the end it's always my fault.


Tapi ya itu, gue penasaran sekaligus berharap juga, mungkin nggak sih Richie dateng... dalam raga orang lain misalnya? Atau dia bukan Richie, but he will treat me as good as him? or even better.


I just...wish.

Saturday, February 9, 2019

Crying for Help.

No one ever asked me what it feels like to be me, except him.


Lately, I feel like my emotions are going up and down. I'm not trying to say nor to self-claim that i'm mentally unstable or that I have depression or somewhat. It's just that...I find it hard to sleep. In the night, I feel like so many things are spinning inside my head.

Sometimes...
I found my self crying and I don't even know why. I don't know what is the reason.
Sometimes...
I felt like want to throw up, like there something stuck in my throat that I need to throw it up. But there was nothing. It's just a fake feeling, an illusion that my imagination made.
Sometimes...
I felt very lonely. Honestly, I never afraid of sleeping with no lights on. But lately, I found myself crying out someone's name, like I wish I can tell him, I am scared.

And I found myself thinking about the past, our past and all the memories in it.
cause I remember, no one ever asked me what it feels like to be me, except him.

He never forgot to ask,
'how are you?'
'it's hard, isnt it?'
'are you still okay?'
'do you need hug?'
'do you mind if I call you?'

or said something like,
'you are really strong, Vir'
'Vir, aku banyak belajar dari kamu'
'aku bersyukur  kamu lahir ke dunia ini'
'I am lucky to know you'

He was the first person that saying he felt grateful that I was born. He was the first one who make me feel that I am important. He was the one who make me feel that I am something.

He inspired me to be someone better.
He told me that he wanted to be a scientist. 'Aku mau jadi ilmuwan', he said. 
That made me think I also have to be someone great, cause I once wanted to be his wife in the future.

He respected women. (or still does?). As long as I remember, until he died, he never objectified any women. He never saw me as a 'boyish', 'tomboy', or someone that not dressed as they should be. . He still respect me as woman, no matter what clothes I wear. No matter what people told me to wear

And because of that, I appreciate the value of education. I study hard, didnt want to fail any single class or lesson I took. I learnt many things, as many as I could. I dreamt of taking a bachelor degree.

But, the journey is still really long. I failed to graduated on time, and with so many people asking me 'when will you graduate?', 'aren't you smart?', 'what did take you so long?', I feel ashamed of myself. 

The level of my self-confidence is getting decreased, it's getting low and lower.

With so many people told me. 'you need to graduate this year', 'you have to help your family. Remember, you have the responsibility for it', 'your family is not rich, you shouldnt waste your money like that', I feel so anxious.

I feel such a failure that I even considered to do suicide. That I even considered to kill myself.

Without him by myside, telling me not to worry, like he always did, I feel alone and lonely and helpless.

There's no more Vira, the confident-smart-bright girl. All that left is just me, the ordinary-weak-lonely girl, that crying out for help in nights.

and I miss him so much.
I really do.
because no one ever asked me what it feels like to be me.
except him.

Friday, January 25, 2019

shit happened but life must go on.

Hey, everyone. Back to me again. This is the same me in another time.

Sekarang udah tahun 2019, bahkan sebentar lagi udah mau bulan Februari. Nggak nyangka ya? And you know what, i'm still in my college. I havent graduate yet. Gila kan?

Shit happened, I know. Gue masih ngerjain skripsi. Awalnya gue extent karena males, gue fokus nyari uang. Terus giliran gue udah niat, gue malah dapet dosen pembimbing yang...gitu deh. Males mau ngomongnya juga, nanti gue dibilang ngejelek-jelekkin dosen.

Kemarin gue sempet mau bunuh diri. Gue frustrasi, marah, kesal, kecewa, dan putus asa. Gue terpaksa harus extent aka perpanjang semester gue sampe ke semester 10, padahal itu bukan kemauan dan kesalahan gue. Dan gue harus bayar. MAU NGGAK MAU HARUS BAYAR. Ketika keluarga gue nggak ada uang. PARAHNYAAAA, dosen gue sok beralibi "bukannya saya sengaja nggak mau lulusin kamu", ketika dia sendiri emang yang mempersulit gue. HAH!

Bisa bayangin betapa marahnya gue???

Kemudian, berlanjut ke Bude gue. Bude gue nyuruh gue kerja di pabrik anaknya bekerja, karena mereka lagi nyari staff administrasi. Awalnya, gue udah berusaha nolak dengan halus, nggak langsung to the point, karena jujur aja gue ngerasa sayang banget kalau gue jadi admin. Like gue kuliah 4 tahun mempelajari Bahasa Mandarin, terus jadi admin?!?? Yang sorry to say, kayaknya lulusan SMA pun bisa. Bukannya gue mau ngeremehin pekerjaan staff admin, tapi gue ngerasa gue punya skill lebih, dan kalau jadi admin, gue nggak bisa mengembangkan kemampuan gue. Ya nggak sih?

Tapiiiii, bude gue dan bude gue yang lain yang tinggal di LN maksa-maksa gue, bahkan sampai maksa-maksa nyokap gue buat nyoba ngelamar. Gue gondok banget saat itu. Nyokap gue nggak ada ngebelain gue sama sekali, coy! Manut aja sama Bude gue. KESEL NGGAK SIH?

Singkat cerita, gue ditelpon dinyatakan diterima kerja. Tapi kemudian gue baru tau kalo hari Sabtu juga kerja. Lu pikir deh ya, gajinya 3.6 juta selama 3 bulan masa percobaan, dari hari Senin - Sabtu. Sepupu gue juga nggak kasih tau kalo masuknya sampai hari Sabtu.

Makin kesel tuh gue. Mana tempatnya jauh, angkutan umum ke sana jarang, gue nggak bisa naik motor pula. Gue cari tuh tempatnya di Grab. HARGANYA 38.000IDR. LU PIKIR AJAAAAAA.

Gue itung-itung tuh ongkosnya, jatuhnya besar pasak daripada tiang. Gils, gue kerja tolol namanya kalau pengeluaran ongkos aja nyaris 2juta tapi gaji cuma 3.6juta. Gue cari kerjaan lain dong, kemarin wawancara terus langsung keterima. Gue bilang lah ke sepupu gue kayaknya gue nggak jadi kerja di sana, ongkosnya mahal banget.

Terus dia malah bilang gue salah masukkin tempat tujuan kali. Mungkin gue milih destinasinya buat yg di Jakarta Barat. DIH? DIKATA GUE BUTA HURUF KALI YA? nggak bisa bedain mana Tangerang, mana Jakarta. Gue kirimin dong screenshotnya. Teruuuus, nggak lama bude gue yang tinggal di LN telpon, ngoceh panjang lebar bilang gue sombong lah, nggak serius lah, belagu mentang-mentang bisa Mandarin lah, nggak mikir panjang lah, dan sebagainya dan sebagainya. Ada 20 menit dia ngoceh-ngoceh.

Yang bikin gue kesel adalah, pas gue mau ngejelasin, omongan gue selalu dipotong. LIKE, WTF? Dia ngomong selalu gue tunggu sampai selesai baru gue timpalin. Ini, gue bahkan belum selesai, udah disanggah lebih banyak.

KAN SIALAN.

Akhirnya gue matiin tuh telponnya, setelah gue sempet marah-marah juga di telpon, padahal kemarin itu gue lagi di Coffee Shop sama temen gue.

Terus udah deh, bude-bude gue kan bilang tuh terserah gue deh maunya gimana. Yaudah gue kira, "yaudah terserah gue dong sekarang jadinya?"

Eh, tadi pagi mereka masih nelpon ini-itu, masih ngoceh, masih ngomel. Gimana deh? Kok terserahnya nggak ikhlas?

Dan, yaudah gue anggep sekarang gue bukan lagi keponakan mereka. Bodo amat deh dibilang kurang ajar. Lagian heran, kok bisa-bisanya mereka nggak mau gue maju atau dapet kerjaan yang lebih baik?

Di sini, gue bisa dapetin pelajaran baru sih. Jangan pernah sekalipun kerja dengan bantuan saudara. Ribet. Belum masuk aja udah ribet. Asli, mending jangan pernah ngelamar kerjaan yang dikasih saudara lu, apalagi sampai satu perusahaan. Mending lu naik turun jatuh bangun keseleo mimisan nyari kerjaan sendiri.

Sekalinya lu masuk pakai bantuan saudara sebagai orang dalem, lu nggak bakal bisa bebas. Semua gerak gerik lu berasa dipantau. And it sucks.

Well, lastly, i know shit always happen. But life must go on.

Wednesday, October 18, 2017

we were never fall in love.


I'M BACK!

Gue sekarang anak mahasiswa tingkat akhir, udah semester 7 coy. Doain lah ya biar gue lulus tepat waktu. (AMIN, YA TUHAN!). Well, jadi sebelum kalian nanya kenapa ini blog udah nggak pernah aktif lagi, gue udah kasih tau jawabannya.
Oh iya, sebenernya gue harusnya nggak ngepost dulu hari ini, soalnya besok gue ujian, meeen! Gue masih ada UTS besok. Gila ya gue HAHAHAHA

Tapi, gue jenuh sih belajar terus, ditambah lagi beberapa hari ini nyaris kebanyakan temen gue selalu mengatakan hal yang sama, seperti "Terserah lo deh ya, Vir. Capek kasih taunya" atau "Kayak nggak ada cowok lain aja deh", ketika mereka tau gue jalan atau misa bareng sama Toper.

Gue nggak bisa salahin mereka juga sih, secara Toper sama gue kan pernah jadian terus putus (iyalah ya) eh sekarang gue masih sering banget jalan sama dia. Cuma ya gimana? Menurut gue nggak ada yang salah dengan temenan sama mantan. Lebih lanjut adalah, karena gue emang udah nggak ada rasa. Ralat! Karena kami emang udah nggak ada rasa satu sama lain.

Ini, serius. Kalau gue masih ada rasa sama dia, gue malah nggak akan berani deket-deket sama dia. Karena rasanya pasti sakit kan?

Dan hal ini juga berlaku ke Toper. Gue pernah -sering malah- ngobrol sambil menatap matanya ((asli ini geli banget nulisnya)), dan ya gue nggak pernah nemuin tatapan yang sama kayak yang dulu dia perlihatkan ke gue.

Jadi, kami berdua emang udah nggak ada rasa lagi satu sama lain. Rasa gugup itu, debaran jantung itu, semua kupu-kupu yang terbang dan lumba-lumba yang berlompatan di perut itu udah nggak ada lagi.

Well, temen gue pernah nanya sih. "Kok bisa lo biasa aja sama orang yang pernah ngebuat lo tersesat di matanya?"

Mungkin, jawabannya adalah karena sebenarnya kita nggak pernah (benar-benar) jatuh cinta satu sama lain. Mungkin, gue dan dia sama-sama terjebak ilusi yang ngebuat kami percaya kalau kami jatuh cinta, padahal kenyataannya nggak. Mungkin, gue menganggap kalau hati gue yang berdebar saat itu adalah tanda jatuh cinta. Whereas the fluttering heart doesnt always mean you are in love.
My sister ever said this to me. "Maybe you just love the idea of being with him?"
Dan mungkin iya, kami berdua memang nggak pernah jatuh cinta satu sama lain. Kami hanya terjebak ilusi yang membuat kami beranggapan kalau kami jatuh cinta. Atau mungkin, kami hanya jatuh cinta pada ide tentang "kita"

P.S: Gue nggak lagi galau. Jadi tolong buat Acha, Sofie, Chelsea, Dhie dan yang lainnya stop ya marah-marah kalau tau gue jalan sama Toper. Because no, we will never ever ever ever getting back together. Ah, jadi pengen nyanyi lagunya mbak Taylor Swift.

Tuesday, October 3, 2017

Papa

Pagi ini, gue bangun dengan suasana hati yang kacau. Entah kenapa, gue mendadak kangen Papa. Well, Papa gue nggak gimana-gimana sih. Papa gue bukan orang super jenius atau orang super ganteng atau orang super kaya.

Papa adalah sosok yang bisa-bisanya bilang "siapa yg berani-berani gangguin Mbak Vira. Nanti biar Papa pukul dia" saat ngebunuh kecoa yang buat gue ketakutan ketika gue masih 3 tahun. Ini serius, waktu itu gue inget banget, gue lagi ketakutan sampai jerit-jerit, dan dia nangkep kecoa sambil bilang gitu. Simple sih, lucu malah, cuma darisana gue sadar kalau Papa nggak akan biarin siapapun ngegangguin gue atau bahkan nyakitin gue. Papa bakal pasang badan jadi tameng gue agar gue aman.

Papa adalah sosok yang bilang "yaudah nggak usah nikah, disini aja sama papa mama" hanya karena dia nggak suka ide tentang gue menikah dengan orang lain dan pergi meninggalkan dia. Waktu itu gue iseng, gue nanya ke Mama, 'seandainya gue nggak nikah gimana?', Mama gue nasihatin gue untuk nggak usah ngomong macem-macem, sementara Papa gue tau-tau ngomong gitu. Bahkan, setiap gue ngenalin temen cowok gue ke Papa, Beliau bakalan pasang muka super jutek dan super judes. He really loves me that much.

Papa adalah sosok yang nyuruh Mama nelponin gue nyaris setiap jam setelah gue melangkahkan kaki gue keluar rumah untuk jalan-jalan, "udah sampai belum?" "udah makan belum?" "nonton apa jadinya?" "udah selesai nonton belum?" "bilangin jangan lupa makan" "kapan pulang? naik apa?" "udah di jalan?" "mau dijemput nggak?" sampai Mama kesel dan berniat pasang alat pelacak di badan gue. Kadang kesel juga sih, lagi jalan kok digangguin, tapi sekarang ini gue sadar, gue kangen dikhawatirin sampai segitunya. Gue sadar kalau ternyata gue sepenting itu di hidup Papa.

Papa adalah sosok yang susah banget diajak foto tapi selalu minta foto anak-anaknya nyaris dimanapun dan kapanpun "Coba foto. Papa mau liat", katanya. Padahal muka gue nggak akan berubah dalam waktu tujuh hari. Karena ini juga, gue jadi punya kebiasaan kirim foto selfie ke Mama, karena Papa nggak punya handphone.

Papa adalah sosok yang bilang "kamu nggak perlu jadi perfect, kamu cuma perlu jadi anak Papa". Again, he really loves me that much. Nggak peduli gue segemuk apa, sekurus apa, sejelek apa, secantik apa, sebodoh apa, sepinter apa. Di mata Papa, gue tetep anaknya. Dan dia nggak minta gue untuk jadi orang lain. Cukup jadi anaknya.

Papa adalah sosok yang menjadi jawaban atas pertanyaan "Siapa laki-laki yang menjadi cinta pertama kamu?". Saat kecil, gue selalu menjadikan Papa sebagai patokan "tipe ideal cowok". Oke, gue akuin sekarang ada beberapa sifat Papa yang nggak gue suka, tapi ini nggak merubah fakta kalau saat kecil, gue mau cari pacar yang kayak Papa. Yang bisa ngelindungin gue, yang bisa ngehibur gue, yang bisa meluk gue disaat gue takut atau sedih, yang bisa negur gue kalau salah, yang bisa membimbing gue, yang nerima gue apa-adanya, yang ngebuat gue ngerasa kalau keadaan gue bukan merupakan kesalahan.

He did that. No, he still does. Mungkin, sekarang, karena gue juga udah tumbuh jadi cewek berkepala batu dan berego tinggi serta bertempramen buruk, ditambah gue sering berantem dan berdebat sama Papa, sosok Papa jadi nggak seflawless dulu. Tapi, gue yakin di mata Papa, keberadaan gue bukan kesalahan. I'm still his little princess, still his pride, still his everything.

Dan ya, gue lagi kangen sama Papa.

Tuesday, March 21, 2017

Dear Future Husband.

Dear my future husband,

Aku ini perempuan yang egois, keras kepala, dan cengeng. Jika kamu memilihku, maka aku adalah perempuan paling beruntung di dunia. Because finally there's someone that stupid enough to love me.

Jangan paksa aku untuk mengikuti aturanmu, karena aku yang keras kepala ini akan merasa hidupku terpenjara olehmu. Semakin kamu memaksa aku untuk mengikuti aturanmu, semakin aku merasa terkekang, maka aku akan semakin membangkang. Percayalah, jiwa memberontak ku ini sudah tumbuh ketika aku masih ada dalam rahim ibuku.
Gunakan kelemahan ku untuk mengaturku. Meski kadang aku grasak-grusuk dan rempong setengah mati, aku adalah orang yang amat realistis. Aku akan lebih menyukai ketika kamu memberikan alasan, bukannya larangan. Percayalah, kalau kamu berhasil menggunakan kelemahan ku yang satu itu, aku bukan hanya akan patuh padamu, aku akan menghormatimu dengan sepenuh hatiku.

Aku tidak janji akan pandai memasak (meski aku cukup jago dalam mengulek sambel dan menggoreng telor), karena percayalah, lidahku bahkan tidak bisa membedakan makanan yang enak dan tidak. Bagiku, hanya ada makanan yang enak dan enak banget. Tapi jangan khawatir, aku cukup jago dalam membersihkan rumah, mencuci peralatan makan. Untuk urusan mencuci baju, kita bisa pakai mesin cuci, jadi aku tidak akan bilang aku jago mencuci baju.

Aku juga tidak bisa menjanjian untuk bersedia berdiam diri di rumah. Sejak kecil, aku adalah anak yang aktif bergerak kesana-kemari. Aku akan merasa otot dan otakku akan mati kalau kamu memintaku untuk terus berada di rumah. Aku ingin menggapai mimpi-mimpi kecilku satu persatu, dan menjadi istri sekaligus ibu rumah tangga bukanlah impianku satu-satunya. Percayalah, aku akan rela berkorban memutar otak dan menguras energi untuk membagi waktu dan perhatianku untukmu, dan anak-anak. Kamu boleh mencabut hak ku mencapai mimpi kalau ternyata aku lalai membagi waktu dan perhatianku, aku akan dengan rela melepaskan kebebasanku.

Aku adalah orang yang cengeng dan pemarah. Tempramenku sering meledak-ledak, namun dapat dengan mudah mereda ke titik terendah. Tolong, jangan bentak aku. Aku mudah kaget dan merasa kesal. Biasanya, kalau sudah terlalu kesal, aku akan langsung menangis. Sejujurnya, aku akan lemah dengan tatapan lembutmu, atau ciuman manismu, atau pelukan hangatmu. Otakku yang lumayan cerdas ini bisa dengan mudah kehilangan rasionalitasnya ketika berhadapan dengan kasih sayangmu. Hehehe

Kelak, kalau kamu membaca tulisan ini, mungkin kamu akan tertawa atau terharu atau geli karena ternyata istrimu yang galak bisa menjadi melankolis dan (gagal) romantis. Mungkin, saat itu, kamu akan meledekku habis-habisan sampai mukaku memerah karena malu, dan berakhir dengan aku yang memelototimu karena kesal.

Atau mungkin, saat itu kamu akan diam-diam tertawa dan menceritakannya ke anak-anak kita. Mungkin mereka yang akan menggodaku “Cieee cieee, Mamaaa. Cieeee”

Kalau kamu adalah tipe orang pendiam dan serius, kamu akan berpikir “Astaga, aku nggak nyangka dulu istriku sebegini alaynya” sambil geleng-geleng kepala.

Apapun itu, seperti yang aku bilang diawal, jika kamu memilihku, aku adalah perempuan paling beruntung di dunia. Aku tidak akan melepaskan keberuntunganku, aku akan mencintaimu dengan setengah hati. Karena setengah dari bagian hatiku akan kuberikan untuk anak-anak kita.
Mungkin aku bukan perempuan terbaik di dunia, tapi kita akan berpetualang bersama. Aku tidak akan menjanjikan perjalanan yang selalu romantis. Mungkin kita akan sering bercekcok, kemudian berbaikan, kemudian ledek-ledekan, dan akhirnya manja-manjaan seharian. Apapun itu, kita akan melaluinya bersama-sama. Saat ini, aku sedang mempersiapkan perbekalan yang cukup untuk berpetualang bersamamu, dan aku yakin kamu pun begitu. Aku akan berusaha menjadi istri terbaik dan terseru untukmu, dan ku harap kamu pun demikian. Aku menanti petualangan kita kelak.

Tertanda,

Rekan petulangan akhirmu.

Wednesday, July 6, 2016

Koko Lovers: Meet Up

Selalu ada cerita dibalik pertemuan.

Semua berawal dari Facebook, 6 tahun lalu, hingga akhirnya gue bisa berteman akrab dengan Sofia Ramadhani dan Chelsy Nathasya Riwu. Well, semuanya emang unexpected, cuma dari sekedar add-add doang, dan akhirnya kita sering kirim wall, lalu berlanjut ke twitter, tukeran no hp, ID LINE dan tadaaaa! tanpa terasa 6 tahun berjalan begitu cepat.

Pertama kali gue bertatap muka secara langsung sama Chelsy Nathasya itu, ketika Pakde Togi meninggal. Chelsy yang dateng ke Rumah Duka Harapan Kita, tujuannya mau berbela sungkawa. Tapi pada akhirnya, kita bertukar banyak cerita. Waktu itu, Sofia nggak bisa dateng, soalnya doi masih kuliah di IPB, dan belum libur sama sekali.

Sampai akhirnya, beberapa minggu lalu kita mutusin untuk ketemuan. Gila, udah 6 tahun temenan masa nggak pernah ketemu sama sekali? Dan, 2 Juli 2016 merupakan hari yang ditunggu-tunggu. Gue, Chelsy, Soffia, dan adik gue, Novita ketemuan di cafe kecil di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Untuk nama cafenya, kalian bisa liat di instagram gue. Soalnya gue nggak mau dikira mempromosikan cafe orang.

Proses ketemuannya pun awalnya nggak gampang. Sofia dan Chelsy yang tadinya mau berangkat bareng dari UKI malah nggak ketemu satu sama lain, dan berakhir dengan berangkat sendiri-sendiri. Mana letak cafenya kecil gitu, kehimpit sama ruko yang lumayan besar dikanan dan kirinya.

Gue sama Novita yang udah nyampe duluan, padahal berangkatnya belakangan. Dan pas sampe disana, malah diliatin sama pramuniaganya seakan-akan kita berdua ngumpetin senjata api jenis C4 atau mungkin bawa-bawa spanduk "WE ARE SUPPORTING DONALD THRUMP". Intinya para pramuniaga disana ngeliatin gue sama Novita seakan-akan kita berniat jahat, mungkin dikira gak bakal bayar atau gimana, nggak paham deh -____-

Gue sampai bilang tuh ke mas-mas pramuniaganya, "Kita lagi nunggu orang. Kita bakal pesen nanti ya, kalau temen saya dateng" dan ditanggapi dengan dia yang malah ngasih buku menu dihadapan kita. What the heck, dude? Are you fucking deaf?

Well, kalau diinget-inget jadi sebel sendiri sama pelayanan di The Bailey's and Chloe itu. ((lah tadi katanya nggak mau sebut nama cafenya?!?))

Pokoknya, kita skip aja sebelnya gue dan teman-teman pas makan disana.

Intinya, kita ngobrol panjang lebar dari jam 15.30 sampai waktunya berbuka puasa. Nggak cuma ngobrol, kita juga foto-foto. Well, ini inisiatif gue, sih. Untuk documentary gitu pas meetup sama temen lama dari dunia maya (halah!)

Terus, sesudah makan, kita mutusin buat bayar bill. Iyalah! Mau diteriakin maling sama mas-mbaknya yang jutek? Dengan nominal yang pas banget, tanpa tip. Lagi-lagi ini inisiatif gue. Soalnya, menurut gue, tip cuma akan diberikan untuk pelayanan yang memuaskan dan ramah. Bukannya yang diliatin tiap saat, dan sampe sering banget mondar-mandir dideket kita seakan kita bakalan ngutilin vas bunga. (fyi, awalnya dilantai dua itu cuma ada kita, sampai akhirnya ada lagi pelanggan lain yang makan disitu)

Selesai bayar bill, kita mutusin buat jalan ke Taman Anggrek, dengan grabcar. Dan sampai disana gue baru sadar masker hitam kesayangan gue si Bubby, hilang, nggak ada ditas. Sedih @@

Kata orang, every new people you meet on your life can teach you something new. Hal ini juga berlaku buat Soffia. Gue yang biasanya kalo selfie selalu duduk, dan kalaupun mau foto seluruh tubuh, bakal minta orang buat fotoin, kali ini ngelakuin hal yang nggak pernah gue lakuin sebelumnya. Kita nyari toko baju, dengan cermin dan pencahayaan yang terang, untuk sekedar bermirror selfie ria. Hmm...

Gue pernah sih foto ditoko pakaian, tapi didalam fitting roomnya. Bukannya di depan cermin sebelah rak baju-baju, dan banyak banget orang yang ngeliatin. Gokil juga @@ sekarang gue tau kenapa kami bisa cocok satu sama lain. Gue si rempong yang berisik, Soffia si setengah cowok yang nggak tau malu, Chelsy si ibu-ibu cerewet yang katanya pemalu tapi sama aja begonya kalo lagi sama kita. Dan satu lagi kesamaan kita. Kita punya kecenderungan tertarik sama pria chinese yang ganteng, berkulit putih, tinggi, dan punya alis kayak lintah. Yaaaaa... we are the koko-koko lovers. Tepuk tangan, guys!

Jadi intinya, gue percaya selalu ada cerita dibalik setiap pertemuan. Dan, everything happens for some reasons. Ada alasan kenapa gue dulu bisa ngeadd Sofia dan Chelsy. Mungkin, Tuhan tau kalau kita bakalan cocok baik di dunia maya ataupun dunia nyata.

Anyway, setelah dipikir-pikir our story is such a prove how facebook works to connecting people to communicate all over the world ya?

HEHEHEHE....

P.S: selamat ya buat Sofia yang baru jadian sama si semut. Longlast, Sop! Besok-besok traktir kita Indo*mie pake telor. Gue sukanya yang rebus, terus pake cabe rawitnya 3.