“Kalau
misalnya, nanti kita nggak bareng kayak gini lagi. Kalau misalnya, nanti kita
nggak bersahabat sedekat ini lagi, entah itu karena apapun itu. Mungkin
konflik, mungkin karena salah paham, atau mungkin karena kita udah dewasa dan
nantinya hidup masing-masing, gue mohon jangan lupain gue, ya…”
Perkataan Kim ngebuat kami sempat terdiam selama
beberapa sekon. Kami, selama ini nyaris selalu bersama. Selalu bareng,
dimanapun dan kapan pun. Dari main bareng, ngumpul bareng, ngobrol bareng,
iseng bareng, di omelin bareng, bahkan berbohong pun bareng-bareng. Nggak
pernah sedikit pun terpikir kalau suatu saat kami bakalan pisah.
Tapi, nggak ada satupun yang abadi di dunia ini,
termasuk persahabatan dan kebareng-bareng-an kami. Suatu saat, semuanya juga pasti
akan terasa nggak sama lagi. Bener kata Kim, suatu saat, bisa aja kami nggak
akan bareng kayak sekarang. Mungkin, kami akan terpisah dan tercerai karena ada
konflik dan salah paham. Atau mungkin, kami akan dewasa dan menjalani hidup
masing-masing sehingga nggak sedekat sekarang.
Mau nggak mau, saya jadi kepikiran akan hal ini.
Mungkin, suatu saat kami akan terasa jauh satu sama lain. Tapi, apa mungkin
suatu saat nanti saya bisa ngelupain mereka?
Maksud saya,
coba lihat…
Ada Mickey.
Yang meski pun kekanakkan dan mesum, sering nonton video bokep, tapi merupakan
cowok yang paling setia kawan yang pernah saya kenal. Paling nyantai dalam
menjalani hidup -serasa nggak pernah terkena masalah sedikit pun. Dan yang
terpenting, dia paling mengerti bagaimana cara memeluk hati orang yang lain
yang sedang patah.
Kemudian, Kevin.
Yang selalu cuek dan jago main piano. Yang punya wajah imut kayak member
boyband. Yang sering percaya sama mitos dan kemakan takhayul. Dan meskipun dia
sering galak, ngebossy, dan ngeselin, tapi sebenernya dia lah yang paling peka
terhadap kami.
Lalu, ada
Jerry. Yang terlalu tenang -menjurus pendiam-. Cowok yang kutu buku banget, misterius
dan unpredictable. Yang meskipun terkesan amat serius, tapi dia selalu
memikirkan segala sesuatu dengan matang dan perhatian pada hal sekecil apa pun
tentang kami.
Ada Chris. Yang
jago main gitar. Yang nggak pernah keliatan marah dan punya segudang kata maaf
buat kesalahan kami. Yang paling sering jadi tempat curhatan kami. Yang meskipun
keliatan dewasa dan tenang, namun sering ngedance nggak jelas dan ngerusuh
bareng kami.
Selanjutnya,
ada Ryo. Yang punya wajah teramat manis
untuk ukuran pria, namun sikapnya nggak ada manisnya sama sekali. Yang sering
bertingkah seperti cassanova. Yang keliatannya careless tapi sebenernya, sering
nyiapin kejutan nggak terduga untuk menghibur kami dan selalu punya cara nya
sendiri untuk membuat kami tersenyum.
Ada Annis. Yang
paling jago menggambar. Yang keibuan dan pintar masak. Yang sering banget nasihatin
kami. Yang selalu membuka lengannya untuk memeluk kami kalau kami sedang down. Yang
biar pun keliatan seperti malaikat, tapi sering banget bertingkah ngocol dan
ngenges. Dan yang terakhir, meski penakut, namun, merupakan sosok paling tegar
yang saya kenal.
Lalu, ada
Dhie. Yang teramat mencintai Indonesia. Yang menyukai hal-hal berbau pink dan
romantis. Yang mempunyai bakat di bidang theater. Yang kreatif dan sering
membuat inovasi bermanfaat di antara kami. Yang tidak suka basa-basi dan paling
tidak bisa berbohong. Yang meski pun sering di bilang sinis dan sarkatis, tapi
sebenarnya mempunyai hati paling lembut dan sensitif.
Terakhir,
ada Kim. Yang lucu, cheerful, dan manis. Yang selalu bertingkah seperti anak
bungsu. Yang haus perhatian dan ingin selalu di manja. Yang selalu jadi teman
adu mulut saya. Yang biar pun sering ngeselin karena bertingkah aneh-aneh, tapi
mempunyai alur pikiran yang nggak pernah ketebak. Dan yang terakhir, biar pun
paling sering berantem sama saya, merupakan teman yang paling dekat dengan
saya.
Mereka adalah orang-orang yang paling berarti buat
saya, setelah keluarga-keluarga saya yang jumlahnya banyak itu.
Mereka adalah segelintir dari jutaan orang yang
pernah muncul dan berlalu lalang dari hidup saya; yang walaupun segelintir
namun tetap setia untuk tidak pergi dikala saya menangis meraung-raung saat
kesepian mendera.
Mereka adalah orang yang menghibur saya bukan dengan
kalimat bijak, tapi selalu berhasil menyejukkan hati saya saat sedang kering
dan kerontang.
Mereka adalah orang-orang yang tidak segan-segan
menegur saya sedemikian sadis saat saya melakukan sesuatu yang salah, namun
menutup mulut rapat-rapat di hadapan orang lain tentang keburukan saya.
Mereka adalah orang yang mengajarkan bahwa ada
saatnya di mana hati yang patah pun akan menemukan tempatnya untuk pulang.
Mereka yang mengajarkan bahwa sekumpulan orang
dengan latar belakang berbeda, dengan masalahnya masing-masing, dengan
tangisannya sendiri-sendiri pun dapat menjadi penghiburan untuk yang lain.
Dapat menyediakan bahunya untuk yang sedang terluka lebih dalam. Dapat saling
memeluk untuk sekedar meredakan perih yang menyesakkan dada.
Mereka yang mengajarkan bahwa warna sekelam malam
pun, tetap akan terlihat indah kalau dilihat dengan perasaan yang bahagia.
Mereka yang mengajarkan saya, untuk dapat terus
menulis, apapun itu, walau saat itu hati saya sedang teriris-iris.
11 Agustus 2013
pukul 02:55 PM,
di ruang tamu
rumah Kevin.
No comments:
Post a Comment