Sunday, August 11, 2013

perihal 'jangan lupain gue, ya'

“Kalau misalnya, nanti kita nggak bareng kayak gini lagi. Kalau misalnya, nanti kita nggak bersahabat sedekat ini lagi, entah itu karena apapun itu. Mungkin konflik, mungkin karena salah paham, atau mungkin karena kita udah dewasa dan nantinya hidup masing-masing, gue mohon jangan lupain gue, ya…”

Perkataan Kim ngebuat kami sempat terdiam selama beberapa sekon. Kami, selama ini nyaris selalu bersama. Selalu bareng, dimanapun dan kapan pun. Dari main bareng, ngumpul bareng, ngobrol bareng, iseng bareng, di omelin bareng, bahkan berbohong pun bareng-bareng. Nggak pernah sedikit pun terpikir kalau suatu saat kami bakalan pisah.

Tapi, nggak ada satupun yang abadi di dunia ini, termasuk persahabatan dan kebareng-bareng-an kami. Suatu saat, semuanya juga pasti akan terasa nggak sama lagi. Bener kata Kim, suatu saat, bisa aja kami nggak akan bareng kayak sekarang. Mungkin, kami akan terpisah dan tercerai karena ada konflik dan salah paham. Atau mungkin, kami akan dewasa dan menjalani hidup masing-masing sehingga nggak sedekat sekarang.

Mau nggak mau, saya jadi kepikiran akan hal ini. Mungkin, suatu saat kami akan terasa jauh satu sama lain. Tapi, apa mungkin suatu saat nanti saya bisa ngelupain mereka?

  Maksud saya, coba lihat…

  Ada Mickey. Yang meski pun kekanakkan dan mesum, sering nonton video bokep, tapi merupakan cowok yang paling setia kawan yang pernah saya kenal. Paling nyantai dalam menjalani hidup -serasa nggak pernah terkena masalah sedikit pun. Dan yang terpenting, dia paling mengerti bagaimana cara memeluk hati orang yang lain yang sedang patah.

  Kemudian, Kevin. Yang selalu cuek dan jago main piano. Yang punya wajah imut kayak member boyband. Yang sering percaya sama mitos dan kemakan takhayul. Dan meskipun dia sering galak, ngebossy, dan ngeselin, tapi sebenernya dia lah yang paling peka terhadap kami.

  Lalu, ada Jerry. Yang terlalu tenang -menjurus pendiam-. Cowok yang kutu buku banget, misterius dan unpredictable. Yang meskipun terkesan amat serius, tapi dia selalu memikirkan segala sesuatu dengan matang dan perhatian pada hal sekecil apa pun tentang kami.

  Ada Chris. Yang jago main gitar. Yang nggak pernah keliatan marah dan punya segudang kata maaf buat kesalahan kami. Yang paling sering jadi tempat curhatan kami. Yang meskipun keliatan dewasa dan tenang, namun sering ngedance nggak jelas dan ngerusuh bareng kami.

  Selanjutnya, ada Ryo.  Yang punya wajah teramat manis untuk ukuran pria, namun sikapnya nggak ada manisnya sama sekali. Yang sering bertingkah seperti cassanova. Yang keliatannya careless tapi sebenernya, sering nyiapin kejutan nggak terduga untuk menghibur kami dan selalu punya cara nya sendiri untuk membuat kami tersenyum.

  Ada Annis. Yang paling jago menggambar. Yang keibuan dan pintar masak. Yang sering banget nasihatin kami. Yang selalu membuka lengannya untuk memeluk kami kalau kami sedang down. Yang biar pun keliatan seperti malaikat, tapi sering banget bertingkah ngocol dan ngenges. Dan yang terakhir, meski penakut, namun, merupakan sosok paling tegar yang saya kenal.

  Lalu, ada Dhie. Yang teramat mencintai Indonesia. Yang menyukai hal-hal berbau pink dan romantis. Yang mempunyai bakat di bidang theater. Yang kreatif dan sering membuat inovasi bermanfaat di antara kami. Yang tidak suka basa-basi dan paling tidak bisa berbohong. Yang meski pun sering di bilang sinis dan sarkatis, tapi sebenarnya mempunyai hati paling lembut dan sensitif.

  Terakhir, ada Kim. Yang lucu, cheerful, dan manis. Yang selalu bertingkah seperti anak bungsu. Yang haus perhatian dan ingin selalu di manja. Yang selalu jadi teman adu mulut saya. Yang biar pun sering ngeselin karena bertingkah aneh-aneh, tapi mempunyai alur pikiran yang nggak pernah ketebak. Dan yang terakhir, biar pun paling sering berantem sama saya, merupakan teman yang paling dekat dengan saya.

Mereka adalah orang-orang yang paling berarti buat saya, setelah keluarga-keluarga saya yang jumlahnya banyak itu.
Mereka adalah segelintir dari jutaan orang yang pernah muncul dan berlalu lalang dari hidup saya; yang walaupun segelintir namun tetap setia untuk tidak pergi dikala saya menangis meraung-raung saat kesepian mendera.

Mereka adalah orang yang menghibur saya bukan dengan kalimat bijak, tapi selalu berhasil menyejukkan hati saya saat sedang kering dan kerontang.

Mereka adalah orang-orang yang tidak segan-segan menegur saya sedemikian sadis saat saya melakukan sesuatu yang salah, namun menutup mulut rapat-rapat di hadapan orang lain tentang keburukan saya.

Mereka adalah orang yang mengajarkan bahwa ada saatnya di mana hati yang patah pun akan menemukan tempatnya untuk pulang.

Mereka yang mengajarkan bahwa sekumpulan orang dengan latar belakang berbeda, dengan masalahnya masing-masing, dengan tangisannya sendiri-sendiri pun dapat menjadi penghiburan untuk yang lain. Dapat menyediakan bahunya untuk yang sedang terluka lebih dalam. Dapat saling memeluk untuk sekedar meredakan perih yang menyesakkan dada.

Mereka yang mengajarkan bahwa warna sekelam malam pun, tetap akan terlihat indah kalau dilihat dengan perasaan yang bahagia.

Mereka yang mengajarkan saya, untuk dapat terus menulis, apapun itu, walau saat itu hati saya sedang teriris-iris.

11 Agustus 2013 pukul 02:55 PM,

di ruang tamu rumah Kevin.

No comments:

Post a Comment