Dear
Christofer William.
Hai, namaku
Anastasia Virainia Sari, dari kelas 12 IPA SMA Maria Mediatrix. Mungkin, kamu
tidak mengenalku. Atau, mungkin kenal? Entahlah.
Yang jelas
aku mengenalmu. Aku mengetahui namamu, saat kita berkenalan di kantin waktu
itu. Aku lupa hari, tanggal, dan waktunya. Yang jelas, saat itu kamu sedang
menyantap nasi kuning Budhe dengan telur baladonya.
Kau tau, aku
sudah mengamati sejak setahun yang lalu. Meski saat itu aku tidak tahu kalau
ternyata aku menyukaimu. Yang jelas, akhir-akhir ini aku selalu memikirkanmu.
Kau bahkan tidak pernah absen dalam pikiranku. Kau sering muncul dalam mimpi
malamku, yang membuatku akhirnya terheran-heran saat pagi muncul.
Aku tidak
tau apa spesialnya dirimu. Sungguh, hingga kini, aku sendiri tidak tahu apa
kelebihanmu yang membuatku hilang akal, saat kita tidak sengaja berpapasan di
kantin. Katakan padaku, mantera apa yang kau gunakan hingga membuat lidahku
kelu saat kita bertemu di lorong sekolah. Sihir apa yang kau punya sampai membuat
otak ku mati rasa saat melihatmu tersenyum dengan teman-temanmu.
Kadang, aku
ingin menjadi temanmu. Aku ingin senyummu kau tujukan padaku. Aku ingin kita
dapat saling tersenyum saat kita bersama. Meskipun, sedetik kemudian aku selalu
terhenyak. Pikiran bodoh macam apapula itu.
Katakanlah
aku tolol. Aku tidak mengerti tentang perasaanku sendiri. Tapi, sungguh, aku
ingin bertanya padamu. Apa yang kau rasakan saat pertama kali aku mengajakmu
berkenalan? Apa yang kau pikirkan saat melihatku secara tidak sengaja di tangga
SMA? Apa yang kau rasakan saat melihatku berjalan di lapangan sekolah? Apa yang
kau pikirkan tentangku?
Aku tau, kau
tidak mungkin membaca surat ini. Aku tidak punya nyali untuk memberikannya
padamu. Hey, ini bukan serial drama Korea. Aku tidak mungkin nekat untuk
mengatakan “Hey, Chris. Aku menyukaimu. Maukah kau membaca suratku?”
Itu bunuh diri namanya. Di Indonesia, negara kita,
itu dibilang tidak tahu malu.
Kalau kau
ternyata membaca surat ini, maukah kau melupakannya? Anggap saja kau hanya
membaca artikel roman picisan orang lain, yang tidak ada sangkut pautnya
tentangmu. Atau, paling tidak, tolong
sembunyikan ini dari siapapun.
aku tidak
ingin membuatmu menjadi bahan olok-olok temanmu. Aku tidak ingin menjadikan
diriku, terutama perasaanku, menjadi bahan lelucon. Rasanya sangat menyakitkan,
kau tahu?
Ini bukan sepenuhnya keinginanku untuk jatuh cinta
padamu. Ini bukan kehendak ku kalau ternyata aku memikirkanmu dan nyaris gila
karena nya.
Tiap orang
butuh sarana untuk mencurahkan perasaannya. Dan ini cara ku untuk
mengungkapkannya. Ku harap kau, dan siapapun yang membaca ini dapat
menghargainya.
No comments:
Post a Comment