Gue
pernah bilang kan, kalau gue selalu jadi yang terakhir tau semua permasalahan
di antara temen-temen gue? Baik di SF, Megaloman, dan bahkan ABAC.
Awalnya
gue selalu merasa sedih, karena gue berpikiran ‘gue kan nggak mau cuma hadir disaat temen-temen gue seneng’. Tapi
lama-kelamaan gue jadi berpikiran ‘kenapa
selalu gue yang nggak tau apapun? Kenapa selalu gue yang terakhir dikasih tau,
padahal gue selalu berusaha untuk tetep ada buat mereka?’
Akhirnya
muncul pikiran kalau mungkin aja sebenernya mereka yang nggak mau ngasih tau
gue. Mungkin aja, mereka nganggep gue bukan siapa-siapa. Mungkin aja dimata
mereka gue bukan apa-apa, jadi nggak ada artinya bagi mereka untuk berbagi
beban ke gue. Mungkin aja, mereka cuma nganggep gue sebagai pelengkap. Ada atau
nggaknya gue, nggak akan ada pengaruhnya bagi mereka.
Dan
berdasarkan pikiran itu, gue sempet berusaha menghilang. Gue mau tau siapa yang
bakal nganggep gue dan berusaha mencari gue kalau gue nggak ada. Gue mau tau
seberapa penting dimata orang-orang yang katanya nganggep gue sebagai sahabat
temen. Dan hasilnya? No one.
Awalnya
Megaloman. Waktu itu, gue sempet mati sakit hampir seminggu. Gue pikir,
mereka bakal –paling nggak basa basi- nanyain keadaan gue. Tapi, ternyata nggak
ada. Mereka nggak peduli gue nggak masuk selama 4hari. Padahal ketika
disekolah, mereka selalu nyari gue ketika nanya tentang pelajaran. Jadi gue ini
sebenernya temen apa sekedar tutor pelajaran?
Dan
setelah gue lulus, gue sempet berusaha nyari kerja. Kalian tahu, keluarga gue
miskin, jadi gue nggak bisa berlagak sok jadi anak orang kaya dengan
santai-santai dirumah. Gue nanyain anak-anak Megaloman siapa tau mereka ada
info. Tapi nggak ada satupun yang response. Sampai akhirnya, gue tau Novitri
udah kerja dan Acil yang awalnya nyari kerja bareng gue ternyata dikasih info
lowongan kerja dari Novitri. Dan mereka diem-diem aja. Nggak cerita apapun ke
gue. Sampai gue sendiri yang nanya. You know, I feel betrayed. Gue ngerasa
dilupain, dikhianatin, nggak dianggep.
Dan,
mungkin emang bener. Mungkin dimata mereka, gue bukan temen. Melainkan cuma
orang yang bisa ditanyain masalah pelajaran. Dan karena kami udah lulus, maka
kami udah nggak saling kenal J
Terus
ke ABAC. Awalnya, gue pikir mereka akan lebih baik dari yang lain. Karena, kami
selalu bareng-bareng tiap ada kesempatan.
Tapi,
lama-kelamaan gue juga selalu jadi orang terakhir diantara mereka yang tau
tentang apapun.
Ketika
Kevin dan Annis putus, gue adalah orang yang terakhir tau. Ketika orang tua Mas
Jerry pisah, gue juga orang yang terakhir tau. Ketika Kim berantem sama Annis,
lagi-lagi gue adalah orang yang terakhir tau. Itu pun karena Kim yang cerita ke
gue.
Gue
juga orang yang terakhir tau kalau Dhie dan Raka udah putus dari lama.
Gue
sempet mikir, ‘apa mungkin cuma Kim yang
peduli sama gue di ABAC?’. Secara, Kim doang yang sering curhat sama gue.
(Meskipun gue sama Ko Mickey dan Ryo sering ngobrol, tapi mereka jarang banget
curhat tentang apapun ke gue), Yang lainnya nggak. Harus gue yang duluan kepo
dan nanya “ada apaan sih? Ada apaan sih?”
Dan
jujur, gue mulai jenuh. Gue mulai muak untuk kepo dan selalu mau tau.
Akhirnya,
lagi-lagi gue berusaha menghilang. Gue mau liat ada yang beneran nganggep gue
atau nggak. Triknya tetep sama. Ketika gue sakit, gue nggak contact mereka.
Dan
lu tau? Hasilnya sama kayak yang gue perkirakan. Diantara 8orang itu, cuma tiga
orang yang berusaha nyari gue. Mickey, Kim, dan Ryo. Mungkin, bagi 5 orang
lainnya, gue Cuma sekedar pelengkap. Kalau kata Kenny, ibarat ketimun dinasi goreng.
Sejujurnya,
gue ngerasa kecewa. Buat gue, lebih baik dibenci daripada harus nggak dianggap
dan dilupain.
Gue
nggak tau sih yang salah itu dimana. Entah gue yang nggak bisa bergaul dan
meninggalkan kesan. Atau mereka yang emang dari awal nggak pernah peduli sama
eksistensi gue.
Gue
sedih. To be honest, gue beneran sedih. Rasanya kayak gue mau nanya ke mereka “Selama
ini itu tuh gue di anggap apa? Bagi kalian, gue ini apa?”
Regards,
Anastasia
Virainia Sari.
No comments:
Post a Comment